kilastangerang.com, JAKARTA – Shalat Ied adalah wajib bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan yang dalam keadaan mukim.
Dalil dari hal ini adalah hadits dari Ummu ‘Athiyah beliau berkata “Nabi shallalahu alaihi wa sallam memerintahkan kepada kami pada saat shalat ied (Idul Fotri ataupun Idul Adha) agar mengeluarkan para gadis (yang baru beranjak dewasa) dan wanita yang dipingit, begitu pula wanita yang sedang haid.
Namun beliaU memerintahkan pada wanita yang sedang haid untuk menjauhi tempat shalat.” Di antara alas an wajibnya shalat ied dikemukakan oleh Shidiq Hasan Khon (Murid Asy Syaukani)
- Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam terus menerus melakukannya
- Nabi shallalahu alaihi wa sallam memerintahkan kaum muslimin untuk keluar rumah untuk menunaikan shalat ied. Perintah keluar rumah menunjukkan perintah untuk melaksanakan shalat ied itu sendiri bagi orang yang tidak punya udzur. Disini dikatakan wajib karena keluar rumah merupakan wasilah (jalan) menuju shalat. Jika wasilahnya saja diwajibkan, maka tujuannya yaitu shalat otomatis juga wajib.
- Ketiga perintah dalam Al Qur’an yang menunjukkan wajibnya shalat ied yaitu firman Allah Ta’ala “Dirikanlah shalat dan berqurbanlah an nahr.” QS Al Kautsar;2 maksud ayat ini adalah perintah untuk melaksanakan shalat ied.
- Shalat Jum’at menjadi gugur bagi orang yang telah melaksanakan shalat ied jika kedua shalat tersebut bertemu pada hari ied. Padahal sesuatu yang wajib hanya boleh digugurkan dengan yang wajib pula. Jika shalat jumat itu wajib, demikian halnya dengan shalat ied. Demikian penjelasan shidiq hasan khon yang kami sarikan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Pendapat yang menyatakan bahwa hukum shalat ied adalah wajib bagi setiap muslim lebih kuat daripada yang menyatakan bahwa hukumnya adalah fadhu kifayah (Wajib bagi sebagian orang saja).
Daftar Isi
Tata Cara Shalat Ied
Pertama : Dianjurkan untuk mandi sebelum berangkat shalat. Ibnu Qayyim mengatakan, “Terdapat riwayat yang shahih yang menceritakan bahwa Ibnu ‘Umar yang dikenal sangat mencontoh ajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mandi pada hari ‘ied sebelum berangkat shalat.”
Kedua: Berhias diri dan memakai pakaian yang terbaik. Ibnul Qayyim mengatakan “Nabi shallallahu alaihi wa sallam biasa keluar ketika shalat idul Adha dengan pakaiannya yang terbaik
Ketiga: Tidak dianjurkan untuk makan terlebih dahulu adalah, agar daging qurban bias segera disembelih dan dinikmati setelah shalat ied.
Keempat: Bertakbir ketika keluar hendak shalat ied, dalam suatu riwayat disebutkan,
كَانَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ يَوْمَ الفِطْرِ فَيُكَبِّر حَتَّى يَأْتِيَ المُصَلَّى وَحَتَّى يَقْضِيَ الصَّلاَةَ فَإِذَا قَضَى الصَّلاَةَ ؛ قَطَعَ التَّكْبِيْر
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar hendak shalat pada hari raya idul fitri lantai beliay bertakbirsampai di lapangan dan sampai shalat hendak dilaksanakan. Ketika shalat hendak dilaksanakan beliau berhenti dari bertakbir”
Dari Ibnu ‘Umar ia berkata “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah berangkat shalat ied (Idul Fitri dan Idul Adha) Bersama Al Fadhl bin Abbas, Abdullah bin Abbas, Ali, Ja’far Al Hasan, Ak Husain, Usamah bin Zaid, Zaid bin Haritsah, dan Ayman bin Ummi Ayman, mereka mengangkat suara membaca tahlil (Laa ilaha illallah) dan takbir (Allahuakbar).
Kelima: Menuju lapangan sambil berjalan dengan penuh ketenangan dan ketundukan
Dari sa’d radliallahu ‘anhu,
أنَّ النَّبـىَّ -صلى الله عليه وسلم- كانَ يَـخْرج إلَى العِيد مَاشِيًا وَيَرجِعُ مَاشِيًا
Bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menuju lapangan dengan berjalan kaki dan beliau pulang juga dengan berjalan. (HR. Ibn majah dan dishahihkan al-Albani)
Waktu Shalat Ied
Dari Yazid bin Khumair, beliau mengatakan: suatu ketika Abdullah bin Busr, salah seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar bersama masyarakat menuju lapangan shalat Id. Kemudian beliau mengingkari keterlambatan imam. Beliau mengatakan:
إِنّا كُنّا قَد فَرَغنَا سَاعَتَنَا هَذه و ذلكَ حِينَ التَّسبِيح
“Kami dulu telah selesai dari kegiatan ini (shalat Id) pada waktu dimana shalat sunah sudah dibolehkan.” (HR. Bukhari secara mu’allaq dan Abu Daud dengan sanad shahih)
Keterangan: maksud: “waktu dimana shalat sunah sudah dibolehkan”: setelah berlalunya waktu larangan untuk shalat, yaitu ketika matahari terbit.
Imam Ibnul Qoyim mengatakan: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengakhirkan shalat Idul Fitri dan menyegerahkan shalat Idul Adha. Sementara Ibnu Umar -orang yang sangat antusias mengikuti sunah- tidak keluar menuju lapangan sampai matahari terbit. Beliau melantunkan takbir sejak dari rumah sampai tiba di lapangan. (Zadul Ma’ad, 1:425)
Syaikh Abu Bakr al-Jazairi mengatakan: Waktu mulainya shalat Id adalah sejak matahari naik setinggi tombak sampai tergelincir. Namun yang lebih utama adalah shalat Idul Adha dilaksanakan di awal waktu, sehingga memungkinkan bagi masyarakat menyelesaikan sembelihannya dan mengakhirkan pelaksanaan sahalat Idul Fitri, sehingga memungkinkan bagi masyarakat untuk membagikan zakat fitrinya. (Minhajul Muslim, hal. 278)
Tidak ada adzan dan qamat ketika hendak shalat
Dari Jabir bin samurah radliallahu ‘anhu, beliau mengatakan:
صليت مع رسول الله -صلى الله عليه وسلم- العيدين غير مرة ولا مرتين بغير أذان ولا إقامة
Saya shalat hari raya bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beberapa kali, tidak ada adzan dan qamat. (HR. Muslim)
Ibnu Abbas dan jabir bin Abdillah mengatakan: Tidak ada adzan ketika Idul Fitri dan tidak juga Idul Adha. (HR. Bukhari dan Muslim)
Tidak ada shalat sunah qabliyah dan ba’diyah di lapangan
Dari Ibn abbas,
أَنَّ النَّبِىّ -صلى الله عليه وسلم- خَرجَ يَومَ الفِطرِ، فَصلَّى رَكعَتَينِ لَـم يُصَلّ قَبلَهَا و لا بَعدَهَا و مَعَهُ بِلاَلٌ
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menuju lapangan ketika Idul Fitri, kemudian shalat dua rakaat. Tidak shalat sunah sebelum maupun sesudahnya. Dan beliau bersama Bilal. (HR. Bukhari dan al-baihaqi)
Imam Ibnul Qoyim mengatakan: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maupun para sahabat, tidaklah melakukan shalat apapun setelah mereka sampai di lapangan. Baik sebelum shalat Id maupun sesudahnya. (Zadul Ma’ad, 1/425)
Tata Cara Shalat Id
Pertama, sutrah (pembatas shalat) bagi imam
Dari Ibnu Umar radliallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menuju lapangan pada hari raya, beliau perintahkan untuk menancapkan bayonet di depan beliau, kemudian beliau shalat menghadap ke benda tersebut. (HR. Bukhari)
Kedua, Shalat id dua rakaat
Umar bin Khatab mengatakan:
صلاة الجمعة ركعتان، وصلاة الفطر ركعتان،وصلاة الأضحى ركعتان
“Shalat Jumat dua rakaat, shalat Idul Fitri dua rakaat, shalat Idul Adha dua rakaat…” (HR. Ahmad, an-Nasa’i dan dishahihkan al-Albani)
Ketiga, Shalat dilaksanakan sebelum khutbah
Dari Ibnu Abbas radliallahu ‘anhuma, beliau mengatakan: Saya mengikuti shalat Id bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu bakar, Umar, dan Utsman radliallahu ‘anhum, mereka semua melaksanakan shalat sebelum khhutbah. (HR. Bukhari dan Muslim)
Keempat, takbir ketika shalat Id
takbiratul ihram di rakaat pertama, lalu membaca do’a iftitah, kemudian bertakbir tujuh kali. Di rakaat kedua, setelah takbir intiqal berdiri dari sujud, kemudian bertakbir 5 kali
Dari Aisyah radliallahu ‘anha, bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertakbir ketika Idul Fitri dan Idul Adha, di rakaat pertama: 7 kali takbir dan lima kalli takbir di rakaat kedua, selain takbir rukuk di masing-masing rakaat. (HR. Abu daud dan Ibn Majah dan dishahihkan al-Albani)
Al-Baghawi mengatakan: Ini adalah pendapat mayoritas ulama dari kalangan shabat maupun orang-orang setelahnya. Mereka bertakbir ketika shalat Id: di rakaat pertama tujuh kali selain takbiratul ihram dan di rakaat kedua lima kali selain takbir bangkit dari sujud. Pendapat ini diriwayatkan dari Abu bakar, Umar, Ali… radliallahu ‘anhum … (Syarhus Sunah, 4:309. dinukil dari Ahkamul Idain karya Syaikh Ali Al-halabi)
Kelima, Mengangkat tangan ketika takbir tambahan
Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi mengatakan: Tidak terdapat riwayat yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau mengangkat kedua tangan setiap takbir-takbir shalat Id. (Ahkamul Idain, hal. 20)
Namun terdapat riwayat dari Ibnu Umar, bahwa beliau mengangkat kedua tangan setiap takbir tambahan shalat Id. (Zadul Maad, 1/425)
Al-Faryabi menyebutkan riwayat dari al-Walid bin Muslim, bahwa beliau bertanya kepada Imam malik tentang mengangkat tangan ketika takbir-takbir tambahan. Imam malik menjawab: ya, angkatlah kedua tanganmu setiap takbir tambahan…(Riwayat al-Faryabi dan sanadnya dishahihkan al-Albani)
Keterangan: Maksud takbir tambahan: takbir 7 kali rakaat pertama dan 5 kali rakaat kedua.
Keenam, dzikir di sela-sela takbir tambahan
Syaikh Ali bin Hasan Al halabi mengatakan: Tidak terdapat riwayat yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang dzikir tertentu di sela-sela takbir tambahan. (Ahkamul Idain, hal. 21)
Namun terdapat riwayat yang shahih dari ibn mas’ud radliallahu ‘anhu, beliau menjelaskan tentang shalat Id:
بين كل تكبيرتين حمد لله و ثناء على الله
Di setiap sela-sela takbir tambahan dianjurkan membaca tahmid dan pujian kepada Allah. (HR. al-Baihaqi dan dishahihkan al-Albani)
Ibnul Qoyim mengatakan: Disebutkan dari Ibn Mas’ud bahwa beliau menajelaskan: (di setiap sela-sela takbir, dianjurkan) membaca hamdalah, memuji Allah dan bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Zadul Maad, 1/425)
Ketujuh, bacaan ketika shalat
Setelah selesai takbir tambahan, membaca ta’awudz, membaca Al Fatihah, kemudian membaca surat dengan kombinasi berikut:
- Surat Qaf di rakaat pertama dan surat Al Qamar di rakaat kedua.
- Surat Al A’la di rakaat pertama dan surat Al Ghasyiah di rakaat kedua.
Semua kombinasi tersebut terdapat dalam riwayat Muslim, An nasai dan At Turmudzi
Referensi: https://konsultasisyariah.com/14531-panduan-idul-adha.html https://rumaysho.com/676-panduan-shalat-idul-fithri-dan-idul-adha.html